Museum Angkut, kota Batu

“Nah, kita sudah masuk ke kota Batu mas, disini lebih dingin dari Malang” kata supir taksi yang mengantar kami begitu memasuki daerah pegunungan. Memang dari dalam mobil saja terasa lebih adem ditambah hujan rintik-rintik. Duh, sebenarnya sedih kalau hujan turun karena rencana kami ke Batu Spectacular Night bisa batal karena lokasinya outdoor. Akhirnya kami tanya ke Bapak supir apakah mungkin kalau kami mengunjungi Museum Angkut setelah ini. Menurut bapaknya, bisa karena sebagian area museum indoor jadi tidak perlu hujan-hujanan. “Semoga nanti sudah reda” lanjut Pak supir.

Sayangnya cuaca tidak berpihak pada kami, Batu diguyur hujan sampai malam nonstop. Ya sudah, jadwal jalan-jalan akhirnya kami reschedule. Setelah menyimpan koper dan istirahat sejenak di hotel, kami pun meluncur naik taksi ke Museum Angkut yang ternyata tidak sampai 5 menit perjalanan.

Koleksi pesawat Boeing 737-200 Museum Angkut
Sebelum masuk, jangan lupa membeli tiket seharga Rp 60.000,- atau seperti kami membeli tiket terusan Museum Angkut dan D’Topeng Kingdom seharga Rp 70.000,-. Anak-anak yang tingginya di bawah 85 cm gratis, untungnya Emil kemarin masih 80 cm tingginya. Hehehe. Selain orangnya, ternyata kamera yang kami bawa pun butuh tiket masuk seharga Rp 30.000,- per kamera. Museum ini memang memberlakukan peraturan bayar untuk segala jenis kamera kecuali kamera handphone, kalau tab katanya masih harus bayar juga.

Beberapa koleksi mobil di Museum Angkut
Kami terkesan dengan museum ini karena dikemas modern dan terawat, jauh dari kesan suram khas mayoritas museum di Indonesia. Museum angkut ini memiliki koleksi berbagai jenis moda transportasi mulai dari mobil, motor, andong, becak, pesawat, helicopter, replika kapal layar, dan lainnya. Setiap koleksi (mayoritas mobil dan motor) diberi keterangan mengenai jenis, kapasitas cc, dan tahun beroperasinya. Disamping keceuntuk tempat berfoto, nilai edukasi tidak lupa ditonjolkan disini. Pada beberapa area, kita bisa melihat video mengenai cara kerja mesin baik kereta api maupun motor. Ada juga pengenalan jenis knalpot beserta bunyinya dan mini quiz mengenai mobil-mobil di dunia yang diakses melalui layar sentuh.
Becak, moda transportasi favorit Emil - Pesawat Boeing 737-200 yang sudah di refurbish
Kalau sudah sampai di lantai paling atas, kita bisa menemukan pesawat tipe Boeing 737-200 yang dalamnya sudah di refurbish dengan hanya berisikan beberapa seat saja lengkap dengan layar yang memutar video pendek mengenai pesawat. Area cockpit ditempatkan flight simulator yang bisa digunakan pengunjung dengan membayar biaya Rp 300.000,- diluar HTM. Ketika masuk ke dalam pesawat, kita akan disambut seorang ”pramugara” yang akan melafalkan kalimat “terima kasih sudah terbang bersama kami, mohon maaf pesawat ini tidak akan pernah sampai pada tujuan” hahaha. Selama di museum angkut, kami jadi tahu alat transportasi favorit Emil, yaitu becak dan pesawat. Begitu lihat becak, Emil inisiatif naik dan duduk sendiri disitu, begitu juga ketika naik pesawat sampai nangis-nangis saat diajak turun.
Cafe tema pesawat - menu flying fish (sebenarnya fish and chips)
Hujan yang turun pada waktu itu membuat udara jadi tambah dingin. Entah kenapa ketika baru sampai lantai paling atas hujannya malah bertambah deras. Kami berlari kecil sambil dorong stroller masuk ke café untuk berteduh dan ngemil-ngemil. Café ini dibuat dengan tema pesawat karena letaknya bersebelahan dengan pesawat Boeing, mungkin supaya matching. Hehe. Sambil makan, bisa sambil baca-baca informasi mengenai sejarah pesawat yang jadi wallpaperdisini.

Awalnya saya mengira dengan selesainya kami menjelajah lantai paling dasar hingga paling atas (3 lantai) kunjungan kami sudah selesai. Ternyata area museum angkut masih luas, saudara-saudara. Hanya saja untuk pindah ke gedung lain kami harus menembus hujan. Padahal kalau tidak hujan, area ourdoor ini menarik sekali karena dibuat menyerupai Chinatown, jalanan Hollywood, taman bertemakan Inggris, dan lainnya yang saya tidak ingat lagi. Hehe. Tapi koleksi moda transportasinya sih hanya mobil-mobil dan motor-motor antik. Oh iya, ada juga roda kendaraan mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Saya jadi tahu besarnya roda truk di area pertambangan yang pernah saya lihat di tv. 

Sisanya dari museum angkut ini adalah satu gedung yang tiap ruangannya di desain seperti kota-kota indah di dunia. Seingat saya, ada ruangan dengan desain kota Paris, Roma, London, New York (?), dan Berlin. Saya kurang ngeh sama karena tidak bisa santai menjelajah disini, Emil crankykarena ngantuk. Tapi intinya, ini adalah area yang seperti di desain untuk foto-foto mengingat banyaknya pojok berfoto yang disediakan. Oh iya, disini juga ada café kecil dan toko souvenir. Akibat hujan yang tidak kunjung reda akhirnya kami beli payung juga di toko souvenir.


Tidak heran kalau museum angkut saat ini nge-hip sekali apalagi di kalangan anak muda karena hampir semua sudutnya instagramable. Malah kami kadang jengah dicibir atau diberi tatapan sinis karena lewat saat muda mudi sedang sesi foto bak model iklan. Beberapa ada yang kelewatan juga sih masa harus banget ga keliatan orang sehingga membiarkan orang-orang menunggu mereka selesai berfoto  baru bisa lewat. Ya memang selfie dengan latar belakang kece sedang nge-hip saat ini di kalangan anak muda. Kalau saya dan Beni bukan tipe yang harus berfoto bagus dan niat, buat kami yang penting dalam perjalanan itu adalah feel dan moment nya. Tapi mungkin kami juga harus belajar ambil foto yang bagus ya supaya feel dan moment nya bisa dilihat kapan saja. Yaa.. next timelah. Hehe

0 Response to "Museum Angkut, kota Batu "

Posting Komentar

Postingan Populer